Saat itu saya sedang berkunjung ke Lijiang, Cina. Sekeluarnya dari objek wisata Goa Raksasa Jiuxiang aku melihat ada deretan penjual buah. Tertarik, aku mencoba mengamati satu persatu. Ada yang menjual nanas. Uniknya si nanas ditusuk bagian atasnya dengan lidi. Kok kayak sate ya. Bagian mata nanas ternyata berlubang-lubang. Kalau di Indonesia, bagian mata nanas kan dipotong pakai pisau dengan bentuk mengulir. Di sana ternyata ada alat untuk mengambil mata nanas. Agak menyesal aku tidak membelinya.
Ada juga mangga yang berwarna ungu. Namun aku lebih tertarik pada sebentuk buah yang belum ada di Indonesia. Bentuknya bulat seukuran kepalan tangan. Warnanya orange. Sekilas melihatnya menimbulkan rasa penasaran. Seperti apa rasanya? Lalu saya membeli 1 kg. Harganya 6 yuan dengan kurs sekitar 1.800 rupiah. Bagaimana cara makannya ya? Apa dipotong, dikupas, atau langsung dimakan? Aku mencoba mengupas kulitnya dengan kuku. Ternyata kulitnya sangat tipis. Ternyata mudah sekali membuka kulitnya dengan kuku. Seperti mengupas kulit bawang.
Baunya wangi, dagingnya empuk. Rasanya hampir seperti mangga, daging buahnya lembut. Isinya keras, bentuknya pipih tebal, letaknya ada di tengah. Warnanya coklat mengkilat. Dalam satu buah bisa berisi 3 biji. Kalau dikupas dalamnya berbentuk seperti gambar di samping ini. Begitu digigit, airnya keluar. Daging buahnya manis. Makan sebuah? Gak cukup lah yaw. Penginnya lagi, lagi, dan lagi. Tapi buah ini kan gak bisa dibawa pulang ke Indonesia. Jadi gimana?
Kayaknya bijinya bisa dibawa pulang untuk ditanam. Sampai di rumah, aku siapkan 15 botol aqua tanggung. Aku isi dengan campuran media tanam dan humus. Lalu aku benamkan ke-15 biji buah pi ba ke dalam tanah di dalam botol. Cukup lama aku menunggu tunasnya keluar. Penasaran, aku bongkar isinya. Ternyata, sudah terbentuk 2 akar berwarna putih memanjang ke bawah dari salah satu sisi biji pi ba. Setelah terjawab penasaranku, aku tanam lagi si biji pi ba. Akhirnya di hari ke-26 aku menemukan salah satu dari ke-15 biji telah bertunas. Warnanya putih setinggi 1 cm dari permukaan tanah. Ujungnya melengkung mencium tanah. Sepintas seperti huruf U terbalik. Bentuk pohonnya seperti apa ya?
Aku berkhayal sekitar empat tahun kemudian tunas pi ba sudah menjelma menjadi pohon yang berbuah lebat di sebidang tanah yang sudah kupersiapkan. Puas rasanya melihat kebun dengan buah pi ba yang bergerombol menggantung ranum. Aku bisa merasakan kembali lezatnya buah pi ba. Aku bisa panen dari ke-15 pohon pi ba yang aku miliki. Sebagian buah diberikan ke tetangga dan teman. Selebihnya bisa dijual ke pasar swalayan atau lewat internet. Siapa yang mau pesan? Nanti ya, tunggu empat tahun lagi.
Ternyata produksinya melimpah. Ada ancaman pembusukan yang lebih cepat. Harus ada satu cara untuk menjual dengan kemasan yang bagus. Aha, dijadikan manisan saja. Orang akan lebih mudah mengkonsumsinya. Praktis, tinggal tusuk pakai garpu dan nyam-nyam. Atau dibuat selai, untuk variasi makan roti tawar sambil ngopi di sore hari. Asyik juga ya.
Selasa, 12 Mei 2009
Langganan:
Postingan (Atom)